jateng.jpnn.com, SEMARANG - Malika Radyana langsung terpaku di depan layar ponsel ketika berita banjir besar di Sumatra berseliweran di media pada Rabu (26/11). Tak lama kemudian, ayahnya mengabarkan bahwa rumah neneknya di Desa Besilam, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ikut terendam.
Begitu mendengar kabar itu, Malika yang merupakan mahasiswi UIN Walisongo Semarang langsung hilang kantuk. Sejak malam itu, tidur menjadi hal yang mustahil. Yang mendekam di kepalanya hanya kekhawatiran terhadap neneknya. Pasalnya, nenek Malika tinggal sendirian saat banjir datang.
"Sinyalnya langsung hilang. Saya dan keluarga enggak bisa hubungi andung (nenek) sama sekali," ujar Malika saat diwawancarai JPNN via telepon pada Senin (8/12).
Selama dua hari, telepon tak tersambung, pesan tak terkirim. Malika hanya menatap layar ponsel, berharap kabar apa pun muncul dari Besilam.
"Cuma bisa menunggu. Khawatir banget, karena saya, kan, enggak tahu kondisi pastinya di sana," katanya.
Rumah sang nenek berada sekitar empat jam perjalanan dari rumah keluarga Malika di Tanjung Morawa A, Sumatera Utara. Akses ke Besilam terputus, air selutut hingga sepaha, dan warga kesulitan dievakuasi.
Malika sendiri terakhir bertemu neneknya saat Lebaran, sehingga Malika sempat panik dan ingin pulang. Namun, keluarganya melarang.
"Saya, kan, jauh banget. Di sini cuma bisa memantau kabar, dan berdoa," ungkapnya.


















































