jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons kritik pakar hukum yang menilai surat edaran tidak boleh menabrak aturan karena memiliki kekuatan hukum yang lemah.
Dedi mengatakan, penerbitan surat edaran yang dilakukannya merupakan langkah mitigasi bencana.
Sebelumnya, Pakar Hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Rusli K Iskandar, mengingatkan kepala daerah termasuk Gubernur Jabar yang gemar mengeluarkan Surat Edaran (SE).
Selama menjabat, Dedi Mulyadi sudah beberapa kali mengeluarkan SE seperti larangan study tour dan wisuda, penerapan jam malam, pembinaan karakter di barak, penghapusan tunggakan PBB, donasi harian Rp 1.000, pengaturan operasional kendaraan ODOL, dan lainnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu mengakui secara hierarki, surat edaran memang tidak lebih tinggi dari undang-undang maupun peraturan daerah.
Namun, menurut dia, kondisi Jawa Barat saat ini berada dalam situasi kebencanaan yang membutuhkan respons cepat.
"Saya memahami bahwa surat edaran yang dikeluarkan itu pasti memiliki kekuatan hukum yang lemah. Jauh di atas undang-undang. Saya memahami itu. Tetapi situasi kita hari ini adalah situasi kebencanaan. Di mana banjir terus terjadi, longsor terus terjadi," kata Dedi di Bandung, Senin (15/12/2025).
Dedi menyebut, bencana yang berulang terjadi tidak terlepas dari kesalahan tata ruang dan perizinan. Akibatnya, banyak bangunan berdiri di kawasan rawan bencana.


















































