jpnn.com, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo mengeklaim penyidikan perkara dugaan korupsi terkait izin usaha pertambangan di Konawe resmi dihentikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 17 Desember 2024. Perkara yang telah bergulir sejak 2017 ini dihentikan setelah melalui proses panjang dan upaya optimal penyidik.
“SP3 tersebut didasari sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 yang tidak cukup bukti karena berdasarkan surat dari BPK sebagai auditor negara, kerugian negaranya tidak bisa dihitung. Sedangkan untuk sangkaan pasal suapnya dinyatakan telah kedaluwarsa," kata Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (30/12).
Lebih detail dijelaskan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian keuangan negara tidak dapat dihitung. Hal ini karena tambang yang belum dikelola tidak tercatat sebagai keuangan negara atau daerah.
Selain itu, tambang yang dikelola perusahaan swasta juga tidak masuk dalam lingkup keuangan negara.
“Maka jika terjadi penyimpangan dalam proses pemberian IUP, atas hasil tambang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor,” ujar Budi merujuk pada surat BPK.
Dengan demikian, hasil tambang yang diperoleh perusahaan swasta melalui cara yang diduga menyimpang pun tidak memungkinkan dilakukan penghitungan kerugian negara oleh BPK.
“Karena tidak masuk dalam kategori keuangan negara, maka atas hasil tambang yang diperoleh perusahaan swasta dengan cara yang diduga menyimpang, tidak dapat dilakukan penghitungan KN oleh BPK,” tegasnya.
Menyangkut sangkaan suap, meski telah diajukan sejak awal, pasal tersebut pada akhirnya dinyatakan telah melampaui batas waktu atau kedaluwarsa.




















































