Wayang Kloning Teater Beta 'Gendari': Kesunyian Ibu Kurawa & Takdir yang Digugat

1 hour ago 1

Rabu, 24 Desember 2025 – 16:10 WIB

 Kesunyian Ibu Kurawa & Takdir yang Digugat - JPNN.com Jateng

Salah satu adegan dalam pertunjukan Wayang Kloning Teater Beta Semarang berjudul Gendari di Auditorium Kampus 1 UIN Walisongo Semarang, Selasa (23/12). Foto: Danang Diska Atmaja/JPNN

jateng.jpnn.com, SEMARANG - Lampu auditorium Kampus 1 UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah, perlahan menyala. Suara gamelan dipadukan dengan alat musik moderan mengalun lirih, nyaris seperti napas yang ditahan. Ada dua sisi panggung utama, yang satu menampilkan panggung dalang berserta niyaganya, yang satu panggung dunia wayang.

Panggung dalang dibuka dengan menampilkan perang Baratayudha yang telah usai, Kurawa berguguran, Pandawa menang. Di sisi lain, seorang perempuan tua duduk membungkuk, tubuhnya kaku, matanya kosong. Dialah Gendari, ibu dari 100 Kurawa yang telah kehilangan segalanya.

Itulah panggung pementasan teater bertajuk Wayang Kloning dengan judul Gendari yang dipentaskan Kelompok Pekerja Teater [KPT] Beta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang, Selasa (23/12) malam. Pementasan ini menjadi produksi ke-88 KPT Beta, sekaligus penanda 40 tahun perjalanan kelompok teater kampus tersebut.

Naskah ditulis oleh Sugiyarto yang merupakan seniman teater sekaligus dalang asal Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Lalu digarap apik oleh sutradara Maulal.

Gendari tidak hanya disajikan sebagai pelengkap kisah kepahlawanan Pandawa. Lakon ini justru memusatkan luka pada Gendari yang selama ini berada di pinggir cerita. Ibu seratus anak, yang harus menyaksikan seluruh keturunannya musnah oleh perang yang lahir dari dendam dan intriknya sendiri.

Takdir yang Tak Pernah Bisa Ditawar

Alur cerita Gendari bergerak bolak-balik antara masa kini dan masa lalu. Lakon dibuka setelah perang Baratayudha selesai. Kurawa telah mati, Pandawa menang. Di sinilah Gendari tua muncul, menyesali hidup, takdir, dan kata-kata kebencian yang pernah dia tanamkan pada anak-anaknya.

Melalui bantuan dalang yang tampil bukan sekadar pencerita, tetapi sebagai 'jawata' yang seolah mampu membuka ulang waktu, Gendari diberi kesempatan kembali ke masa lalu. Dia ingin memperbaiki titik-titik sejarah yang menurutnya menjadi awal petaka.

Wayang Kloning Teater Beta Semarang 'Gendari' mengajak penonton menatap luka seorang ibu dari 100 Kurawa.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News

Read Entire Article
Kabar berita |