
MADINAH, BANGSAONLINE.com - Puasa Ramadan di Kota Madinah terasa sangat istimewa dan menyenangkan. Maklum, kota Madinah merupakan pusat spiritualitas Islam kedua setelah Kota Makkah. Bahkan di Kota Madinah inilah jasad Nabi Muhammad SAW dibaringkan. Jasad Nabi Agung itu dibaringkan dekat Raudlah, bagian kiri depan Masjid Nabawi. Tak jauh dari mihrab atau pengimaman Masjid Nabawi.
Di dekat makam Nabi itu juga dibaringkan jasad Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar Bin Khattab.
Lalu bagaimana dengan shalat tarawih dan witir di Kota Madinah, khususnya di Masjid Nabawi?
Inilah catatan M. Mas'ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE yang saat umrah Ramadan mengikuti rombongan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah lewat Auva Travel Amanatul Ummah. Selamat menikmati:
Cuaca Madinah sangat cerah: 22°. Saya merasakan sangat segar. Memang terasa dingin pada malam hari dan pagi hari. Apalagi angin selalu berhembus. Tapi ketika sinar matahari menerpa tubuh terasa hangat.
Alhamdulillah pada Ramadan 2025 ini saya ditakdir puasa pertama di Madinah. Sebelumnya, pada 2018 saya juga umrah Ramadan bersama Kiai Asep Saifuddin Chalim sehingga saya ditakdir puasa Ramadan di Madinah dan Makkah.
Saya pun salat tarawih di Masjid Nabawi. Saya datang ke Masjid Nabawi sejak salat Ashar. Saya langsung i'tikaf. Sampai maghrib atau buka puasa tiba. Tak balik ke hotel.
Di Masjid Nabawi takjil sudah disiapkan sejak usai shalat jamaah Ashar. Karena itu jamaah shalat Masjid Nabawi tak perlu repot dan tak perlu keluar masjid lagi.
Saat maghrib tiba saya pun buka puasa bersama jamaah yang lain. Takjil itu berupa kurma, roti, yoghut, air zam-zam, teh, wedang dan lainnya (untuk takjil saya tulis tersendiri).
Usai buka puasa langsung shalat jamaah maghrib. Lagi-lagi saya tak balik ke hotel. Saya menunggu shalat Isya' dan tarawih.
Dan ini yang menarik. Shalat tarawih di Masjid Nabawi 10 rakaat dengan 5 kali salam.
Di Masjid Nabawi Madinah imam tarawih semuanya hafidz alias hafal Al Quran. Karena itu saat mengimami shalat tarawih mereka membaca satu juz Al Quran. Sehingga dalam satu bulan bisa mengkhatamkan al-Quran.
Jadi tiap hari mereka membaca satu juz Al Quran saat mengimami shalat tarawih. Pada tarawih pertama mereka memulai dari Surat Al Baqarah.
Sang imam lalu melanjutkan salat witir 3 rakaat dengan dua kali salam. Persis witir yang dilakukan warga NU.
Pada salat witir dua rakaat itu sang imam membaca surat-surat pendek yang ada pada juz 30 Al Quran. Misalnya Surat Al A’la atau surat Al ‘Ashri. Lalu salam.
Sang imam lalu shalat witir lagi satu rakaat. Kali ini membaca surat Al Ikhlas saja.
Pada shalat witir inilah sang imam membaca qunut plus doa yang sangat panjang. Bahkan khusus untuk membaca qunut dan doa ini saja sampai sekitar 20 menit.
Doanya meliputi banyak hal. Termasuk mendoakan Palestina dan raja Saudi Arabia.
Jadi imam tarawih dan witir di Masjid Nabawi Madinah tiap hari membaca qunut. Selama satu bulan penuh.
Menurut Kiai Asep, semula shalat tarawih di Masjid Nabawi Madinah 20 rakaat. Persis tarawihnya warga NU.
"Tapi sejak Covid dijadikan 10 rakaat," kata Ketua Umun Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
“Mau mengembalikan lagi ke 20 rakaat. Tapi itu kan harus melalui Keputusan ulama,” tambah Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu kepada BANGSAONLINE.
Di Indonesia, warga NU shalat tarawih 20 rakaat. Dengan 10 kali salam. Witir 3 rakaat dengan dua kali salam.
Pada shalat witir ke-15 (pertengahan bulan puasa) warga NU membaca qunut pada rakaat terakhir. Jadi selama 15 hari terakhir shalat witir warga NU baca qunut.
Sedangkan Muhammadiyah tarawih 8 rakaat dengan 4 kali salam. Witir 3 rakaat satu kali salam. Tanpa qunut.