Tafsir Al-Anbiya' 107: Nabi Muhammad Buyarkan Mitos Tsaniyah al-Wada'

2 days ago 3
Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 107. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

107. Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-‘ālamīn(a).

Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.

TAFSIR

Menebar sejartera dan kasih sayang kepada dunia adalah misi satu-satunya Muhammad Rasulullah SAW diutus di dunia ini. “Wa ma arsalnak illa rahmah li al-‘alamin”. Maka, sudah barang pasti pribadi beliau dilengkapi secara sempurna dengan segala sifat yang dibutuhkan demi suksesnya misi tersebut.

Berkepribadian sangat lembut, senyum, ramah, santun, penyabar, dan pemaaf yang pastinya tak mungkin ada manusia tak suka kepadanya. Semua manusia pasti bersimpati, suka atau terpaksa.

Dialah pribadi sangat berbelas kasih, memberi, dan berbagi, tanpa pamrih dan tanpa tendensi. Sudah pasti semua lapisan manusia, utamanya strata bawah memuji tiada henti.

Sangat jujur, terpercaya, beres, bijak, pinter, dan sangat cerdas dalam menghadapi segala urusan, sehingga membuat dunia memujanya sebagai manusia paling mulia tanpa aib apa-apa. Sesekali dia tampil tegas tak kenal tawar, gagah perkasa, dan sangat berani, sehingga membuat lawan menjadi ciut nyali.

Jangankan kalangan manusia, kalangan setan dan gerombolan jin perayangan-pun kabur dan tidak sanggup berpapasan dengannya. Manusia yang tak pernah terkena sengat matahari, justru awan berubah menjadi redup memayunginya kala dia berjalan di luaran, sementara sang mentari bersembunyi malu. Lalat dan kawan-kawan sejenis tak pernah mau hinggap di badannya.

Tiga belas tahun kota Makkah dielus dan disentuh dengan sifat sayang, tapi malah menyakiti. Tapi akhirnya Tuhan mengizinkan Rasul mulia itu berhijrah ke Madinah dengan trik yang sangat unik dan super jenius, hingga tak satu pun para jagoan dan dukun Makkah mampu mendeteksinya.

Rasulullah SAW bukanlah buronan jahat yang terus direndahkan dan diburu, melainkan pribadi kharismatik yang mau dihabisi dengan berbagai cara, karena sosoknya yang elegan dan pengaruh yang mengancam tokoh setempat.

Rasulullah SAW juga bukan pengecut yang memikirkan diri sendiri, melainkan orang paling akhir meninggalkan Makkah setelah semua para sahabat lebih dahulu pergi.

Rute hijrah yang ditempuh sungguh membuat dunia berdecak kagum dan mata membelalak kosong tak mengerti apa yang dilihat. Betapa Rasulullah SAW tidak menempuh jalur umum seperti yang dikenal penduduk setempat. Justru melalui Tsaniya Wada’. Apa itu?

Adalah gupitan, jalan setapak yang serem dan berliku berada di antara dua pegunungan bebatuan yang teramat curam dan berhimpitan. Posisinya di luar kota Madinah.

Wada’ artinya perpisahan, meninggalkan, sayonara. Maksudnya, siapa pun yang berani lewat situ, maka dipastikan sebagai akhir kehidupannya dan selamat tinggal dan tak mungkin kembali, alias mati.

Hal itu karena dua alasan populer: Pertama, menurut para normal dan dukun-dukun setempat, tsaniyah wada’ adalah pusat kerajaan jin jahat dan tidak mengenal kompromi. Mereka sangat tega dan kasar. Sama sekali wilayahnya tak boleh diusik dan kedamaiannya tak mau diganggu.

Kedua, tsaniya wada’ adalah tempat persembunyian para penjahat, begal, perampok, dan para penyamun tega. Mereka sangat menjaga tempat itu sehingga tetap angker dan menakutkan. Pamornya tak boleh luntur sehingga kejahatan mereka terlindungi dan terus operasi.

Saat penduduk Madinah memusatkan pandangan ke jalur umum menunggu kemunculan Rasulullah SAW bersama rombongan, mereka tidak mendapatkan bayangan hitam ada di kejahuan. Justru ketika mengalihkan pandangan ke arah Tsaniyah Wada’, bukan main terkejutnya karena nyata-nyata Rasulullah ada di jalur itu.

Spontan bergemuruhlah umat, beramai-ramai meneriakkan syair “thala al-badr ‘alaina min tsaniyya al-wada’…” dan seterusnya dengan iringan rebana cewek-cewek Madinah yang dipukul serempak, serasi, berirama, dan sangat mengharukan.

Dan di sudut lain, kalangan jawara-jawara setempat pada berbisik, tertegun, dan hanya bisa bergeleng kepala. Bagaimana mungkin ada orang lewat di Tsaniyah al-Wada’ bisa kembali selamat. Baru kali ini, demi Tuhan baru kali ini.

Waw, Muhammad sungguh jagoan dan dialah satu-satunya orang yang bisa membuyarkan mitos yang selama ini kita takuti.

Muhammad sungguh utusan Tuhan beneran dan tidak main-main. Jin dan syetan jahat tak berkutik apa-apa di hadapannya. Secara tidak langsung, dia telah menunjukkan kesaktiannya di hadapan para Jawara Madinah.

Usai tiba di Madinah dan mereka bersantai, Abdullah ibn Uraiqidh berkisah. Dia adalah sang pemandu perjalanan hijrah tersebut. Ibn ‘Uraiqidh adalah seorang Yahudi yang belum beriman, tetapi sangat jujur dan sangat paham jalan tikus di padang pasir. Maka di arahkan ke jalan pintas dengan rute aneh.

Katanya, kami bertiga: “saya, Abu Bakar, dan RasulullahSAW benar-benar sangat kehausan dan tidak ada air setetes pun. Lalu berpapasan dengan penggembala kambing dan kita permisi meminta air susunya, meski seteguk untuk membasahi tenggorokan”.

Penggembala itu menjawab: “Tuan, kami juga tidak membawa perbekalan air minum dan seperti yang tuan saksikan, bahwa kambing-kambing ini masih muda-muda kan kecil-kecil. Bagaimana mungkin bisa keluar ais susu, mohon maaf.”

Rasulullah SAW mendekat dan berkata: “Saudaraku.. Asal saudara memberi izin, aku akan memerahnya dan semoga bisa keluar air susunya.”.

Dan si penggembala memepersilakan. Dengan izin Allah SWT, Rasul mulia itu mulai memerah dan keluarlah air susu secara berlimpah, ajaib dan segar. Sang pemandu Yahudi tersebut, akhirnya memeluk islam. Muhammad ibn Abdillah SAW sungguh Rasul Rahmah li al-Alamin.

Read Entire Article
Kabar berita |