
Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Hajj': 1-2. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
1. Yā ayyuhan-nāsuttaqū rabbakum, inna zalzalatas-sā‘ati syai'un ‘aẓīm(un).
Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya guncangan hari Kiamat itu adalah sesuatu yang sangat besar.
2. Yauma taraunahā tażhalu kullu murḍi‘atin ‘ammā arḍa‘at wa taḍa‘u kullu żāti ḥamlin ḥamlahā wa taran-nāsa sukārā wa mā hum bisukārā wa lākinna ‘ażāballāhi syadīd(un).
Pada hari kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui melupakan anak yang disusuinya, setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya dan kamu melihat manusia mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi, azab Allah itu sangat keras.
MUNASABAH
Pada surah sebelumnya, al-Anbiya’, telah dipapar beberapa utusan Tuhan yang serius bekerja menunaikan amanah risalah dan dilengkapi dengan bukti mukjizat masing-masing, tetapi mereka mendustakan. Bahkan di akhir surah diunggah peran Rasulullah Muhammad SAW sebagai nabi rahmah dan diultimatum andai saja para umat manusia mendustakan.
Kemudian, pada surah al-hajj ini manusia dipanggil dan dihadapkan kepada hari kiamat yang pasti datang dengan kondisinya yang sangat mengerikan. Disebutkan, bahwa dunia ini dahsyat berguncang, ibu-ibu menyusui tiba-tiba berubah menjadi linglung tanpa mengerti siapa yang sedang disusui. Mereka yang sedang hamil tiba-tiba keguguran tanpa mengerti apa sebabnya.
Dan, yang lebih aneh lagi adalah semua manusia yang hidup pada waktu itu mendadak menjadi tidak waras, ngedumel sempoyongan dalam waktu cukup lama, berperilaku seperti orang yang mabuk berat. Padahal, sejatinya mereka tidak mabuk.
“Wa tara al-nas sukara wa ma hum bisukara”. Itu hanya sekadar riak-riak ringan pertanda hari kiamat mulai beraksi.
Maka, pesan globalnya terbaca, bahwa Tuhan sangat sayang kepada hamba-Nya demi kesejahteraan mereka sendiri, bisa hidup aman dan nyaman di akhirat. Hendaknya beriman dan beramal kebajikan sebisa mungkin. Memberi manfaat bagi kehidupan dan menebar salam kepada dunia.
TAFSIR
Dinamakan surah al-Hajj karena di dalamnya terdapat syariah haji, menyinggung soal baitullah yang mempunyai daya tarik tersendiri, sehingga mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Ada yang berjalan kaki dan ada yang naik kendaraan.
Al-Imam Ahmad al-Sawy menggolongkan surah ini pada kelompok Makkiyah dan juga sebagai Madaniyah. Ya, karena tidak semua ayatnya Makkiyah, ada juga yang turun setelah hijrah alias Madaniyah.
Surah ini diawali dengan nida’, sapaan “ya ayyuha al-nas..” Hai para manusia. Di dalam kajian ulum al-qur’an nida’ tersebut memang salah satu tanda ayat Makkiyah. Sebuah panggilan penghormatan atas martabat manusia. Di mana orang-orang kafir Makkah sudah sejak dulu mengenal syari’ah haji.
Tetapi di dalam surah itu juga ada syari’ah haji, seperti thawaf, berkorban dengan mneyembelih ternak, bahkan syariah perang atau jihad melawan musuh kafir pertama kali diizinkan oleh turunnya salah satu ayat pada surah itu. Itu semua adalah hukum islam dan salah satu ciri ayat Madaniyah adalah mengandung hukum.
Namanya ciri tentu tidak mutlak sebagai identity. Pada persoalan ini beberapa ayat Madaniyah juga ada yang diawali dengan nida’ “Ya ayyuha al-Nas” seperti surah al-Hajj ini yang jumlah ayatnya 78 ayat selain basmalah. Akan tetapi tidak dibalik, yakni tidak ada surah atau ayat Makkiyah yang diawali dengan nida’ khas, “Ya Ayyuha al-ladzin amanu”, wahai orang yang beriman. Mengapa..?.
“Al-nas”, manusia, itu sapaan umum, karena kemanusiaannya. Sedangkan “al-ladzin amanu” itu sapaan identitas, keimanan, lawannya kekafiran. Sapaan al-nas, adalah sapaan universal, mencakup semua manusia, lintas diskriminasi, baik ras, agama maupun gender. Mereka yang disapa dengan ini tentu rumongso di-uwongno, dimanusiakan.
Maka di sinilah Tuhan memanfaatkan nida’ tersebut sebagai pintu masuk untuk menyampaikan pesan. Hal demikian karena harga diri dan martabat mereka telah disanjung lebih dahulu. Pesannya bersifat universal dan menyentuh, maka selanjutnya berpeluang didengar, direnungkan, dan selanjutnya diterima.
Tidak sama dengan nida’ khusus, ya ayyuha al-ladzin amanu. Maka sapaan identitas ini hanya bagi yang beriman saja. Sedangkan yang tidak beriman, yang kafir atau musyrik, tidak disapa dan pasti tersinggung. Inilah etika ilahiyah, di mana Tuhan sangat santun dan mempertimbangakan perasaan manusia.
Gampangnya begini: kafaru, asyraku, kafir, musyrik, bagi orang arab itu penggelaran, sebutan buruk dan tidak nyaman bagi mereka. Meskipun mereka kafir sungguhan dan musyrik sungguhan. Seperti gelaran “maling, pelacur, koruptor dan sebagainya”. Walapun mereka maling, pelacur, koruptor sungguhan, tapi mereka tidak nyaman dipanggil begitu. Maka:
Pertama, di dalam al-qur’an tidak ada nida’ “Ya Ayyuha al-ladzin Kafaru”, wahai orang-orang kafir. Kecuali satu kali, yaitu pada surah al-Tahrim :07. Dan itu dalam kontek mencemooh saat mereka ada di neraka, bukan kontek sapaan saat di dunia. “ ya ayyuha al-ladzin kafaru La ta’tadziru al-yaum”.
Hal demikian karena yang bisa diajak bicara baik-baik hanya orang beriman saja. Orang yang kafir tidak bisa, karena nuraninya telah tertutup. Tidak mau mendengar dan maunya didengar saja. Yang ada di kepalanya hanyalah “pokok-e”. wis ngene iki yowis, titik.
Kedua, jika di dalam komunitas orang beriman di Madinah atau Madania community nida’ bisa pakai Ya ayyha al-nas seperti ditera di atas, maka di Makkia community tidak bisa. Kalau dipaksakan, jadinya bisa runyam dan berakibat buruk bagi orang-orang beriman yang tinggal di situ yang jumlahnya relatif sedikit dan lemah.
Para kafir tersebut pasti sangat tersinggung dengan nida’ tersebut dan akibatnya malah membenci orang-orang yang beriman. Hal itu karena mereka merasa tidak disapa oleh Langit sehingga menimbulkan kebencian dan menyulut kemarahan. Dan yang pasti mereka akan semakin menjauh dan berpotensi menjahati.